Sejarah Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
by. Salman Paludi ~ Pebruari 2017
Perkampungan Budaya
Betawi (PBB) Setu Babakan terletak di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan
Jagakarsa pada awalnya adalah perkampungan atau pemukiman masyarakat biasa yang
mayoritas penduduknya adalah orang Betawi asli. Ide dan keinginan untuk
membangun Pusat Kebudayaan Betawi sebenarnya telah tercetus sejak tahun 1990-an
oleh Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi), lembaga yang
mengkoordinir dan mengayomi seluruh aktivitas organisasi-oranisasi serta
yayasan-yayasan masyarakat Betawi, yang menginginkan permukiman ini dijadikan
sebagai Pusat Perkampungan Budaya Betawi untuk pelestarian Budaya Betawi. Dukungan
terus mengalir dari masyarakat Betawi, tokoh-tokoh Betawi terdidik serta
sekitar 67 organisasi masyarakat Betawi yang berada di bawah Bamus Betawi. Untuk
lebih memantapkan usulan Bamus Betawi ini, maka pada tanggal 13 September 1997
diselenggarakan “Festival Setu Babakan” yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat
sekitar. Acara tersebut memperlihatkan DKI Jakarta yang sesungguhnya dengan
budaya dan kehidupan masyarakat Betawi sebagai penduduk asli DKI Jakarta yang
mungkin kebanyakan orang DKI Jakarta sendiri belum mengetahui akan
keberadaannya. Pada tahun 1998 diajukan proposal rancangan pembangunan
Perkampungan Budaya Betawi ke Pemprov DKI Jakarta dengan alternatif lokasi di
Setu Babakan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan.
Pada tanggal 18 Agustus tahun 2000 diterbitkannya
Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 92 tahun 2000 Tentang Penataan Lingkungan
Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa
Jakarta Selatan. Sejak diterbitkannya SK itulah satu demi satu fasilitas
dibangun, perkampungan dan setu yang ada didalamnya dibangun dan ditata pada
pertengahan Oktober 2000. Hingga pada akhirnya pada tanggal 20 Januari 2001
ditandatanganilah Prasasti Perancangan Awal Perkampungan Budaya Betawi oleh
Gubernur DKI Jakarta yang saat itu dijabat oleh Sutiyoso. Seiring
waktu, maka pada tanggal 10 Maret 2005 dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi
DKI Jakarta No.3 Tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di
Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan dengan tujuan
untuk menaungi secara utuh Pembangunan PBB Setu Babakan sehingga
pengembangannya dapat lebih terkoordinnir dan tertata lebih baik di masa yang
akan datang.
PBB Setu Babakan
merupakan permukiman reka cipta yang bertujuan untuk menyelamatkan budaya
Betawi dan merupakan suatu tempat ditumbuhkembangkan keasrian alam, tradisi
Betawi yang meliputi keagaamaan, kebudayaan dan kesenian Betawi. PBB Setu Babakan dulunya merupakan suatu kawasan yang masih banyak
memiliki rawa dan juga masih sedikit penduduk yang bermukim di sana. Tidak
hanya itu saja, kedua danau tersebut (Setu/Danau Babakan dan Mangga
Bolong) dulunya merupakan satu kesatuan artinya kedua danau tersebut menyatu
dan aliran danau tersebut mengairi persawahan mereka dan permukiman di bawahnya
(gambar A). Akibat penjajahan oleh bangsa Belanda, maka para penjajah Belanda
mencoba membendung-bendung danau tersebut, sehingga terpecah menjadi dua bagian
Ruang untuk areal persawahan dan rawa sebenarnya masih ada pada zaman dulu
±1960 - 1970-an (gambar B), tetapi akibat jumlah penduduk baik penduduk asli
maupun pendatang yang berimbas pada kebutuhan lahan untuk mendirikan tempat
tinggal dan beraktivitas, sehingga membawa pengaruh pada perubahan pola ruang
kawasan permukiman di PBB Setu Babakan. Pada akhirnya, rawa dan areal
persawahan di sekitar danau sudah tidak ada lagi (gambar C)
baca juga :
Pengaruh eWOM terhadap Citra destinasi, Kepuasan wisatawan, dan Loyalitas destinasi di Setu Babakan
daftar pustaka :
Moechtar, Muhammad
Syaiful, dkk, 2012. Identifikasi Pola
Permukiman Tradisional Kampung Budaya Betawi Setu Babakan, Kelurahan Srengseng
Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI
Jakarta. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, ISSN: 2301-6515, Vol. 1, No. 2.
135-143
Ty artikelnya gan, sangat membantu
ReplyDelete